Tuesday, July 10, 2018

Hubungan PGRI dengan EI (Education International)

Hubungan PGRI dengan Luar Negeri

A.      PGRI Sebagai Organisasi yang Bersifat Kemitraan
Menurut etimologi (arti kata), kemitraan adalah perihal hubungan atau jalinan kerja sama sebagai mitra. PGRI sebagai organisasi pejuang pendidik dan pendidik pejuang selalu berusaha menjalin serta mengembangkan kemitraan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak, bahkan PGRI sudah menjalin hubungan secara internasional.
Nilai – nilai yang dikembangkan berdasarkan kemitraan diantaranya adalah:
·  Menumbuhkan semangat rasa persatuan dan kesatuan.
·  Menumbuhkan rasa kesetiakawanan/solidaritas.
·  Menerima, membantu dan merasakan penderitaan orang lain.
·  Peduli terhadap keadaan masyarakat.
Salah satu strategi PGRI untuk mencapai Visi dan Tujuan organisasi adalah melakukan kerjasama dengan masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Organisasi Massa lain atau sering disebut hubungan kerjasama PGRI secara vertikal, horizontal dan hubungan luar negeri.
B.       Macam hubungan kemitraan
Selama ini PGRI telah mengembangkan jaringan kemitraan sebagai berikut:
1)      Dengan pihak legislatif (DPR-RI dan MPR-RI).
PGRI dengan pihak legislatif (DPR-RI dan MPR-RI) telah membina hubungan yang konstruktif bagi upaya perjuangan PGRI. Melalui peningkatan anggaran pendidikan, kesejahteraan guru, perbaikan sistem perundang-undangan (amandemen UUD 1945, RUU sisdiknas, RUU Guru, kebijakan pendidikan nasional dalam kerangka otonomi daerah, penyempurnaan UU No. 22/1999 dan revisi PP tentang Jabatan Fungsional). Hingga saat ini hampir semua anggota DPR dan MPR telah sampai pada kesepakatan tentang pentingnya pendidikan dalam upaya pembangunan bangsa dan guru menjadi intinya.
2)      Dengan pihak Eksekutif(Depdiknas dan departemen/lembaga terkait lainnya).
PGRI telah menjalin kerjasama dengan pihak Eksekutif dengan cukup kondusif. Dengan Depdiknas telah berkembang kebersamaan dalam pelaksanaan peringatan Hari Guru Nasional, pemberian penghargaan dan perlindungan terhadap guru, penyusunan draft RUU Guru, peningkatan kesejahteraan guru, penetapan Kode Etik Guru, dan sebagainya. Dengan Depdagri, kerjasama yang dijalin adalah upaya pembenahan pendidikan dalam kerangka otonomi daerah. Dengan kantor Menpan telah terbina kerjasama dalam upaya pembenahan mengenai kesejahteraan guru, di antaranya upaya pengembangan remunerasi (sistem penggajian khusus) bagi guru, perjuangan untuk peningkatan tunjangan tenaga kependidikan, dan sebagainya. Dengan pihak BKN telah terjalin kerjasama dalam upaya penyesuaian struktur penggajian guru dan PNS umumnya dan menghasilkan peraturan penggajian berdasarkan Keputusan Presiden No. 64 Tahun 2001. Masih banyak lagi kerjasama dengan berbagai instansi dan lembaga seperti BKKBN, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementrian  Negara Pemberdayaan Perempuan, Depag, LIPI, Universitas Terbuka, Departemen Perhubungan, dan sebagainya.
3)      PB-PGRI
PGRI telah membina kemitraan dengan berbagai organisasi lain yang memiliki keterkaitan seperti PWI, PKK, IPPK, PKBI, Lembaga Perlindungan Anak, Komnas HAM, Kowani, LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok), dan Koalisasi untuk Indonesia Sehat.
Hubungan Luar Negeri
Hubungan luar negeri meliputi hubungan kerjasama dalam tingkat regional dan internasional, diantaranya adalah :
a.       Ditingkat Regional
1)      ASEAN Council of Teachers (ACT).
ASEAN Council of Teachers (ACT) merupakan organisasi yang berangotakan guru-guru negara ASEAN. Negara yang menjadi anggota ACT adalah Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos. PGRI memprakarsai berdirinya ASEAN Council of Teachers (ACT) tahun 1974.
2)      Pertemuan Guru-Guru Nusantara (PGN).
Pertemuan Guru-Guru Nusantara merupakan organisasi yang beranggotakan guru-guru yang terbentuk karena didasarkan pada budaya Melayu. Negara yang menjadi anggota PGN diantaranya adalah Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. PGRI memprakarsai Pertemuan Guru-Guru Nusantara (PGN) 1983 di Singapura yang dipimpin oleh Prof. Gazali Dunia dan Rusli Yunus.
b.      Ditingkat Internasional
1)      Konvensi ILO/UNESCO
Tanggal 5 Oktober 1966 Konvensi ILO/UNESCO di Paris menghasilkan Status of Teachers (Status Guru Dunia).Pemerintah RI dan PGRI (HM Hidajat dan Ir. GB Dharmasetia) hadir dan menandatangani Konvensi ILO/UNESCO tersebut.
2)      Education International (EI)
Education International (EI) adalah suatu serikat pekerja atau organisasi guru dan personal pendidikan dengan 24.000.000 anggota. Mereka dalah para guru dan pekerja di sektor pendidikan dari tingkat pra-sekolah sampai perguruan tinggi yang berasal dari 304 organisasi di 155 negara.
EI mempunyai hubungan kerja dengan UNESCO, termasuk IBE (international Buereau of Edication atau Biro Pendidikan Internasional) serta memiliki status konsultatif dengan United Nation Economics and Social Council (ECOSOC) ataunDewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa Bangsa. Secara khusus, EI bekerjasama dalam pelaksanaan kegiatan bersama dengan WHO, UNAIDS, ILO, World Bank, dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Hubungan tersebut memberikan kesempatan bagi EI dalam mempromosikan tujuan guru dan pekerja pendidikan di forum internasional dan dalam memberikan masukan dalam diskusi ketika sedang menyusun keputusan tentang kebijakan penting.
Program dan anggaran belanja EI diadopsi setiap tiga tahun oleh Kongres Dunia Education International, yang dihadiri  oleh semua organisasi anggota EI dan para pengamat dari organisasi internasional serta lembaga-lembaga antara negara. Resolusi kebijakan EI diadopsi dan Dewan Pimpinan Pusat dipilih di Kongres Dunia yang terakhir diselenggarakan di Jontien, Thailand, pada bulan Juli 2001.
Sekretariat Markas Besar atau Kantor Pusat EI teretak di Brussel Belgia. Kantor-kantor kawasan terletak di Afrika (Lome, Togo), Asia Pasific (Kuala Lumpur, Malaysia), dan Fiki, Eropa (Brussel, Belgia), Amerika Latin (San Jose, Cose Rica) dan Amerika Utara dan Karibia(santalucia). Setiap 3 tahun sekali di tiap-tiap kawasan diselenggarakan Konvereverensi Regional.
Secara khusus, EI bekerjasama dalam pelaksanaan kegiatan bersama dengan WHO, UNAIDS, ILO, World Bank, dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
EI dibentuk pada tahun 1993 sebagai hasil penggabungan antara The International Federation of Free Teacher Union (IFFTU) dan The World Confederation of Organizations of The Teaching Profession (WCOTP).
Sekertariat pengurus EI bermarkas di Brussels, Belgia, yang dilengkapi dengan lima departemen yaitu: pendidikan, serikat sekerja, hak asasi manusia dan keadilan, pengembangan kerjasama, informasi dan administrasi. Kantor regional EI bermarkas di Afrika (Lome, Togo), Asia (Kuala Lumpur, Malaysia), Pasifik (Fiji), Eropa (Brussels, Belgia), Amerika Latin (San Jose, Costa Rica), Amerika Utara dan Karibia (ST. Lucia). Konferensi regional diadakan setiap tiga tahun oleh negera-negara anggota EI di kawasan yang bersangkutan untuk menyepakati program dan kegiatan.
Pada tahun 1999, EI mengumpulkan konsorsium yang terdiri dari rekan kerja sama berikut: Lärarförbundet (Sweden), Utdanningsförbundet (Norway), Japan Teachers’ Union (Japan), Australian Education Union (Australia) danNational Education Association (USA)untuk bekerja sama dengan PGRI untuk menjadi sebuah organisasi guru independen, demokratis dan efektif.
Agenda ini dimulai di dua propinsi pada tahun 2000, dan dalam tujuh tahun secara bertahap meningkat menjadi 26 dari 33 provinsi. Program ini terutama menargetkan para pemimpin tingkat provinsi dan kabupaten.
Pertemuan diadakan setiap tahun untuk mengevaluasi dan merencanakan setiap tahun berikutnya dengan perwakilan dari organisasi bekerja sama lima.PGRI sekarang memainkan peran aktif dalam gerakan buruh di Indonesia.
Tujuan PGRI mengikuti organisasi ini  adalah:
a)      Memperkuat PGRI sebagai serikat pekerja guru.
b)      Membuat organisasi yang lebih demokratis, independen, transparan dan berkelanjutan.
PGRI mengikutsertakan dirinya dalam organisasi ini tentu memperoleh manfaat:
a)      Membuat kesadaran serikat buruh, good governance, transparansi dan akuntabilitas di semua tingkat organisasi.
b)      Untuk mendapatkan alokasi anggaran 20% oleh pemerintah untuk pendidikan di tingkat nasional dan daerah untuk dapat membahas masalah yang dihadapi oleh pendidikan, guru, anak-anak, dan untuk mencapai pendidikan berkualitas untuk semua
c)      Mempromosikan partisipasi perempuan dan pemimpin muda dalam proses pengambilan keputusan dan semua kegiatan serikat.
d)     Dibuat kolam pelatih terampil di tingkat kabupaten dan propinsi.
e)      Berkaitan dengan keuangan organisasi dan membuat organisasi mandiri secara finansial.
f)       Peningkatan proses komunikasi dalam organisasi antara tingkat nasional, provinsi dan kabupaten.
EI bertujuan untuk :
a)      Melindungi hak profesional dan industrial dari para guru dan pekerja pendidikan;
b)      Mempromosikan perdamaian, demokrasi, keadilan sosial, dan persatuan kepada seluruh manusia si semua negara, melalui pembangunan pendidikan umum berkualitas bagi semua.
c)      Memerangi semua bentuk rasialisme dan diskriminasi dalam pendidikan dan masyarakat.
d)     Memberikan perhatian khusus bagi pembangunan peran kepengurusan dan keterwakilan wanita di masyarakat, dalam profesi mengajar, dan dalam organisasi guru dan pekerja pendidikan.
e)      Memastikan hak-hak kelompok kelompok yang terlemah seperti masyarakat pribumi, etnik minoritas, migran dan anak-anak. EI bertujuan dan bekerja untuk menghapuskan pekerja anak yang merupakan bagian penting dari hak asasi manusia.
Dalam organisasi ini, setidaknya 1.440 pemimpin dan anggota aktif dari 28 provinsi akan memilikikesadaran dan pemahaman tentang hak dan tanggung jawab sebagai agen perubahan baik sebagai guru dan anggota serikat serta keterampilan untuk bernegosiasi dengan masing-masing kabupaten, provinsi dan pemerintah nasional untuk meningkatkan anggaran pendidikan.
Keikutsertaan PGRI dalam organisasi ini dapat dibuktikan dengan lima tahun sekali Kongres PGRI berhasil dilakukan, diantaranya  di Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia, ditangani oleh Presiden Republik Indonesia dan Sekretaris Jenderal Pendidikan Internasional. Pidato Fred Van Leeuwen sangat menyentuh penonton termasuk presiden negara itu. Hal itu membuat presiden mengubah pidatonya di tempat, dengan menambahkan instruksi untuk semua departemen dan semua otoritas pemerintah di semua tingkatan di seluruh Indonesia untuk bekerja sama untuk mencapai kualitas Pendidikan untuk Semua dan meningkatkan kesejahteraan dan status guru. Dia mengucapkan terima kasih EI untuk pekerjaan yang baik dan dukungan dan berjanji bahwa ia akan memenuhi daya tarik para guru.
Kongres PGRI diubah Konstitusi dan Anggaran dengan menyatakan bahwa setidaknya 30% dari para pemimpin haruslah perempuan.
Kongres PGRI diubah Konstitusi dan Oleh-Undang-Undang tentang iuran keanggotaan untuk meningkatkan jumlah iuran oleh tiga kali. Perubahan konstitusi selalu menjadi topik penting dalam semua EI-PGRI-Konsorsium Seminar Proyek.
Pada 13 Agustus 2008, Mahkamah Konstitusi memenangkan kasus PGRI untuk meniadakan hukum Taurat Tahun Republik Indonesia Nomor 16 2008 tentang APBN dan pengeluaran, yang melanggar Konstitusi Indonesia 1945 banding Konstitusi MK kepada pemerintah untuk menyediakan setidaknya 20% dari anggaran (nasional, propinsi, kabupaten) oleh terbaru tahun 2009.
Kemudian pada 15 Agustus 2008, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam menangani laporan resminya dan pernyataan pemerintah pada APBN dan Belanja Merencanakan menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengalokasikan dalam APBN dan Rencana Pengeluaran untuk tahun 2009, untuk memenuhi anggaran pendidikan 20% dari rencana anggaran 2009.
Pada tahun 2009 serangkaian kegiatan yang dilaksanakan, rapat evaluasi dan perencanaan diadakan di Jakarta, pada bulan Februari. Setelah pertemuan ini, 3 hari seminar provinsi diselenggarakan dari bulan Juni sampai November di Ambon, Bali, Bangka Belitung, Banten, Bengkulu, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Timur Nusa Tenggara, Gorontalo, Jakarta, Jambi, Lampung, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat dan Yogyakarta.
Setiap seminar dihadiri oleh 40 peserta dari berbagai kabupaten di provinsi. Diantara topik yang dibahas adalah: Prinsip Dagang Uni; Pendidikan Internasional struktur dan program; Kepemimpinan; Proses Pengambilan Keputusan; Uni Keuangan; PGRI dan Konstitusinya; UU Guru dan Dosen; Negosiasi dan Perundingan Kolektif.
Selain dari seminar, untuk memperkuat kondisi keuangan PGRI, anggota mengumpulkan iuran, untuk 3 mata kuliah khusus tentang Keuangan diadakan di Jakarta pada bulan November dan Desember 2009.
PGRI Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga mengadakan seminar kerjasama dengan Education International pada tanggal 7 sampai 9 Agustus 2009 dengan tema Pemantapan PGRI sebagai Serikat Pekerja Guru dan Peranannya dalam Pembangunan Pendidikan.
3)      The World Confederation of Organizations of The Teaching Profession (WCOTP)
Pada tahun 1966, PGRI menyatakan dirinya masuk menjadi anggota organisasi dunia pada kongres WCTOTP (World  Confederation of Teaching Profesion) Congressdi Seoul, Korea Selatan. Kemudian pada tahun 1979, PGRI menyelenggarakan World WCOTP Congress di Jakarta.
4)      PGRI-EI Consortium Project
Menyongsong Kongres XX PGRI tahun 2008, sejak 2001 PGRI bekerjasama dengan EI Asia Pasifik membentuk PGRI-EI Consortium Project untuk seminar, workshop dan pelatihan pimpinan PGRI dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Tahun 2001 PB PGRI dan Ketua provinsi se Jawa Workshop EI di Anyer. Kemudian pada tahun 2003 menjadi 11 provinsi. Pada tahun 2004 menjadi 19 provinsi, pada tahun 2005 menjadi 22 provinsi.
Penanggung jawab nasional Prof.Dr. HM Surya, Ketua Umum PB PGRI, sedangkan National Coordinator PGRI-EI Consortium Project:
1.      Tahun 2002 – 203, Drs. WDF Rindorindo
2.      Tahun 2004 – sekarang, HM Rusli Yunus.
3.      Tahun 2006 Koordinator Nasional (HM Rusli Yunus) didampingi Koordinator Pelaksana (Ir. Abdul Azis Hoesein, MEngSc)
Consortium (negara donor): Norwegia, Swedia, Amerika Serikat, Jepang dan Australia. Tahun 2004 aktif membantu Public Service International (PSI, Persatuan Pegawai Negeri se Dunia). Tahun 2006 kegiatan proyek PGRI-EI Consortium ini meliputi 23 provinsi dari 31 yang direncanakan..
Setelah itu diperlukan langkah2 utk persiapan bahan kongres, a.l. penyesuaian AD/ART PGRI sebagai serikat pekerja guru, dimulai dari hasil konperensi cabang, kabupaten/kota dan provinsi diajukan pada Konpus IV (2007).
Sehingga hasil konpus terakhir menjelang Kongres (Konpus 2007) resmi menjadi bahan kongres sebagai hasil dari anggota melalui cabang, kab/kota, provinsi dan pusat
Ini yang dimaksud dengan prinsip-prinsip serikat pekerja: solidaritas, demokratis, kesatuan, tanggung.
Menurut Arlan Larnaca (2011), terdapat beberapa hasil dari jalinan kemitraan internasional tersebut, antara lain:
1.      Adanya bantuan dari EI melalui konsorsium organisasi guru Swedia, Kanada, AS, Jepang, Australia.
2.      Ketua Umum PB-PGRI duduk dalam kepengurusan EI untuk kawasan Asia-Pasifik.
3.      Perjuangan PGRI telah masuk dalam salah satu resolusi Konferensi EI Asia-Pasifik di india pada tahun 2000 dan kongres Guru se Dunia di Thailand tahun 2001.
4.      Dalam konfensi ACT di Thailand, Hanoi, dan Brunei Darussalam, PGRI berperan secara aktif dalam penyajian materi.
5.      PGRI telah menyampaikan kertas kerja dalam Pertemuan Guru Nusantara (PGN) di Brunei Darussalam tahun 2002.
6.      Ketua umum PB PGRI mendapat kehormatan untuk menjadi salah seorang pembicara dalam beberapa konferensi Internasional.
7.      Kerjasama bilateral telah terbina dengan STU (Singapura), Kurusapha (Thailand), JTU (Jepang), KFTA (korea selatan), AEU (Australia), dan NUTP (Malaysia).
C.       Cara Membangun Hubungan Kerjasama dengan Pihak Lain
Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup sendiri. Kita membutuhkan orang lain. Orang lain akan menutupi kelemahan atau menambah kekuatan kita. Namun untuk membangun hubungan kerjasama dengan pihak lain bukanlah perkara mudah. Tidak jarang kita gagal membangun hubungan karena kita tidak siap.
Ada beberapa cara membangun hubungan kerjasama dengan pihak lain :
1.      Tentukan tujuan.
Tentukan dengan jelas mengapa Anda harus bekerjasama. Apa yang Anda dapatkan? Apa yang bisa Anda berikan? Saat Anda bisa menjawab pertanyaan ini Anda bisa mencari pihak yang tepat untuk diajak kerjasama. Hal ini akan membuat Anda lebih efeketif dan focus pada tujuan Anda.
2.      Siapkan profil.
Siapkan beberapa materi tentang Anda. gali latar belakang Anda buat menjadi sebuah cerita tentanga Anda (atau organisasi Anda). temukan hal-hal menarik. Orang biasanya menyukai cerita. Hal ini cukup menarik ketika Anda mulai menceritakan “Anda itu siapa”.
3.      Buat kesan positif.
“Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda” begitu kiranya sebuah tagline sebuah brand terkenal. Kesan pertama memang sangat penting. Banyak orang tidak punya banyak waktu. Berikan kesan positif yang apa adanya. Jangan berlebih-lebihan. Hal ini bisa merusak hubungan dikemudian hari.
4.      Fokus pada kualitas bukan kuantitas.
Anda boleh membuat sebanyak mungkin jaringan kerjasama. Namun anda harus bisa memlih prioritas mana yang bisa anda bangun kualitas hubungannya. Cari yang benar-benar Anda butuhkan dan memberikan manfaat lebih banyak. Sesuaikan juga dengan kondisi Anda.
5.      Hargai pendapat dan kebiasaan mereka.
Setiap orang (atau organisasi) mempunyai kebiasaan dan budaya sendiri. Hargai pendapat atau kebiasaan mereka. Jangan pernah membandingkan dengan orang atau organisasi lain yang Anda anggap lebih baik. Sadarilah setiap orang atau organisasi mempunyai keunikan sendiri.
6.      Tunjukkan antusiasme.
Tunjukan bahwa anda sangat senang bisa mengenal orang atau organisasi tersebut. Lakukan dengan tulus. Cobalah untuk memahami dan mengenal mereka secara mendalam lebih dahulu. Orang akan lebih senang bila orang lain mengenal dan mau memahami mereka.
7.      Tawarkan bantuan.
Jangan ragu untuk menawarkan bantuan. Jika Anda memang merasa sanggup untuk membantu, mengapa Anda menunggu mereka meminta. Bersikaplah proaktif. Bantuan yang Anda berikan pasti kembali pada Anda suatu saat nanti.
D.      Bentuk Kerjasama PGRI dengan Luar Negeri
         Bentuk kerjasama PGRI dengan Luar Negeri dengan pertukaran pelajar dapat dibuktikan dengan adanya sembilan mahasiswa IKIP PGRI Semarang praktik mengajar di Malaysia. Pada tanggal 17 April sembilan calon guru IKIP PGRI Semarang dilepas oleh rektor, Muhdi SH MHum untuk melaksanakan Praktek Pengalaman Lapangan di beberapa sekolah setingkat SLTA di Johor Malaysia. Kesembilan mahasiswa tersebut di antaranya berasal dari beberapa program studi antara lain Pendidikan Bahasa Inggris (3), Pendidikan Matematika (2), Pendidikan Biologi (2), dan Pendidikan Fisika (2). Praktek mengajar yang akan berlangsung selama 1 bulan tersebut merupakan salah satu bentuk kelanjutan dari kerjasama yang dijalin antara IKIP PGRI Semarang dengan Universitas Teknologi Malaysia.
Jajaran Pengurus dan Anggota PGRI Provinsi Gorontalo pada Agustus 2009 ini kembali mendapat bagian menyelenggarakan Seminar Education Internasional (EI)-PGRI Consortium Project. Kegiatan untuk yang ke-enam kalinya dilaksanakan di daerah ini dipusatkan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo dari 7-9 Agustus 2009. Sementara yang menjadi narasumber antara lain Koordinator EI Wilayah Asia Pasifik Chusnul Savitri, Ketua PB PGRI Drs. H. Sugito, M.Si, Wakil Ketua PGRI Provinsi Gorontalo Dra. Hj. Z. Mentemas Jusuf dan Ketua Lembaga Penelitian (LEMLIT) UNG Prof. Dr. Hj. Ani M. Hasan, M.Pd. Seperti tahun-tahun sebelumnya peserta Seminar merupakan utusan Pengurus dan Anggota PGRI Cabang dan Cabang Khusus se Provinsi Gorontalo sebanyak 40 orang Guru, Dosen, Pengawas yang berasal dari berbagai tingkatan pendidikan mulai dari TK, SD,SMP-SMA, Perguruan Tinggi, dan Kepala Sekolah. Meski tidak sempat dihadiri Ketua PGRI Provinsi Gorontalo
Mahasiswa jurusan Bahasa Inggris FKIP Universitas PGRI Palembang bernama Oktaryna terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar  pada tahun 2010. Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumsel mengirimkan salah seorang pelajar untuk mengikuti program tahunan Kementrian Dispora RI. Hal itu berkaitan dengan upaya meningkatkan wawasan kebangsaan bagi Pemuda Indonesia. Program kapal pemuda Asean – Jepang (ship for east asia yourt program-SSEAYP).
Kemudian pada 14 Desember 2010 di Guangzhou, China, PGRI telah menandatangani MoU dengan South China Normal University dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Jumat, 12 Maret 2010, PGRI bersama ILO IPEC baru saja mengadakan kegiatan Workshop Guru dan Murid dengan Tema ” Teachers-Students’ Workshop on Eliminating Child Labour”. Kegiatan ini dihadiri oleh Pekerja Anak yang berasal dari dua SMA, dua SMK, dan 3 SMP PGRI, masing-masing sekolah mengirim 3 orang pekerja Anak dan ketua OSIS, guru BP, dan Kepala Sekolah. Tujuan Workshop ini adalah meningkatkan peran guru terutama guru Bimbingan KOnseling dan OSIS dalam memberantas Pekerja Anak, serta usaha-usaha dalam mendorong pekerja anak agar kembali ke sekolah. Kegiatan ini dibuka oleh Sekjen PB PGRI, dihadiri oleh 3 tamu undangan dari ILO, Mr. Partrick Daru , Ms Arum Ratnawati, Mr. Abdul Hakim, perwakilah YPLP DKI, perwakilan Pengurus PGRi Provinsi (Jawa Timur), dan Pemgurus Besar lainnya. Koordinator Unifah Rosyidi Ketua bidang Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri, Pendidikan dan Pelatihan PB PGRI
Organisasi guru Indonesia dan Malaysia mendeklarasikan kerja sama untuk memberikan sumbangan yang bermakna bagi pengembangan profesi guru, kemajuan pendidikan, dan masyarakat kedua negara. Kesepakatan kerja sama itu ditandatangai Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo dan Presiden Persatuan Pendidikan Malaysia Dato Ibrahim Bin Ahmad Bajunid di Jakarta, Rabu (13/10/2010). Sulistiyo mengatakan, kerja sama itu dilandasi adanya ikatan kesejarahan, profesi, dan silaturahim yang kuat antara Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Persatuan Pendidikan Malaysia (Perpema) dalam mempertahankan dan membangun guru yang profesional, sejahtera, terlindungi, dan bermartabat. Lewat kerja sama ini, penguatan profesionalisme guru bisa ditingkatkan lewat pelatihan, penelitian, dan lain-lain. Ibrahim mengatakan, dalam pendidikan, negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia sering kali merujuk pada teori-teori pendidikan di negara Barat. Oleh karena itu, kedua negara harus bisa mengembangkan dunia pendidikan yang tidak kalah dengan negara maju. “Pendidikan itu netral, tidak ada kaitan dengan naik-turunnya hubungan politik saat ini. Kerja sama lewat pendidikan ini justru bisa jadi sarana untuk mencapai perdamaian,” kata Deputi Sekretaris Jenderal Perpema Ramanathan Perianan. Program yang akan segera dilaksanakan antara lain kerja sama riset bidang pendidikan, latihan kepemimpinan, serta membuat situs dan makalah bersama.
Pada 5 Maret 2011 di Seoul, Korea Selatan PGRI melakukan Penandatanganan Kerja sama dengan Korean Federation of Teachers Association. Kerja sama di antaranya tentang Joint Research dan Workshop.

Monday, April 30, 2018

PERIODE PERKEMBANGAN PGRI SEJAK MASA KOLONIAL SAMPAI DENGAN SEKARANG

NAMA   : Eva Dwi Oktaviani
NPM       : 201414501471
KELAS  : R8K



BAB I

PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

        Pendidikan adalah kunci dan modal utama bagi kemajuan suatu bangsa (Dr. Moh Hatta). Oleh sebab itu, sejak zaman penjajahan pelajar dan guru berjuang untuk memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia. Dengan pendidikan itu akan membawa perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia. Dalam hubungan ini, guru memegang peranan penting dan menjadi kunci utama bagi keberhasilan suatu pendidikan sejak zaman penjajahan Belanda. Sejarah mencatat tokoh nasional yang berasal dari kalangan pendidikan seperti K.H Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara, Moh Syafei, dan lain-lain.
Kaum guru Indonesia merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang ikut serta merintis kemerdekaan dengan keterlibatan langsung dalam perang kemerdekaan. Menjadi guru masa kolonial adalah pertanda baik mencapai kesejahteraan dan menjadi orang terpandang di lingkungan masyarakatnya. Penjajahan mungkin buruk dari segi kemerdekaan, tetapi mungkin baik untuk segi yang ini. Begitu terhormatnya sosok guru di masa kolonial. Tak mengherankan guru pada masa kolonial termasuk menjadi golongan priayi mobilitas vertikal.
Sejak masa penjajahan, guru selalu menanamkan kesadaran akan harga diri sebagai bangsa dan menanamkan semangat nasionalisme kepada peserta didik dan masyarakat. Guru merupakan salah satu faktor yang strategi dalam menentukan keberhasilan pengembangan potensi peserta didik untuk masa depan bangsa. Begitu besar peranan Guru dalam perjalanan sejarah bangsa, untuk itu perlu adanya pengkajian sejarah perjuangan guru sebagai pengetahuan bagi pembaca. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Guru Pada Era Penjajahan
     Peranan Guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sungguh besar dan sangat menetukan. Guru merupakan salah satu faktor yang strategi dalam menentukan keberhasilan pengembangan potensi peserta didik untuk masa depan bangsa. Sejak masa penjajahan, guru selalu menanamkan kesadaran akan harga diri sebagai bangsa dan menanamkan semangat nasionalisme kepada peserta didik dan masyarakat.
      Arti guru menjadi lain ketika penjajahan barat menginjakkan kakinya di negri jajahanya. Contohnya penjajahan belanda di nusantara. Berdirilah sekolah Belanda di negri ini. Namun, sekolah itu bukan karena ada ulama’ terkenal yang dikunjungi oleh murid-murid dari seluruh pelosok, tetapi sebab penjajah itu perlu pegawai untuk menjalankan penjajahan mereka. Dengan kata lain, sekolah bertujuan menghasilkan orang yang dapat menjadi pegawai atau pekerja bila tak mau disebut alat penjajah. Bahkan, beberapa anak pintar di sekolah dilarang meneruskan ke jenjang selanjutnya sebab dikhawatirkan akan menuntut kemerdekaan.
    Pada tahap awal kebangkitan nasional dan masa pendidikan Jepang, para guru terlibat dalam organesasi Pemuda Pembela Tanah Air dan Pembina jiwa serta semangat para pemuda pelajar, saat Proklamsi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, para guru berperan aktif dalam barisan/perjuangan bersenjata mempertahankan kemerdekaan. Tepat 100 hari setelah Proklamasi, pada tanggal 25 November 1945 di Surakarta para guru berjuang untuk mendirikan organisasi dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organesasi perjuangan. Kepeloporan para guru yang ditunjukkan semasa revolusi hingga sekarang adalah semangat dan tradisi perjuangan yang perlu terus menerus kita selaraskan seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, tidak berlebihan kiranya harapan masa depan bangsa Indonesia di pertaruhkan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru. Adanya guru yang profesional dan berdedikasi terhadap tugasnya merupakan prasyarat bagi keberhasilan pembangunan pendidikan kita.
 Image result for organisasi guru pada zaman penjajahan belanda
Organisasi Guru Pada Masa Penjajahan Belanda
   Penjajah Belanda mendirikan sekolah-sekolah tidak dimaksudkan untuk mencerdaskan rakyat Indonesia, tetapi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pegawai Pemerintahan Hindia Belanda atau untuk kepentingan dan keuntungan Belanda semata.
     Misal sekolah-sekolah yang ada antara lain:
  1. Sekolah khusus anak-anak Belanda atau Europense School (E.L.S), dimana murid-muridnya adalah dari kalangan anak bupati, anak patih, anak Wedana.
  2. SR/SD berbahasa Belanda atau Holland Inland School (H.I.S), dimana murid-muridnya adalah anak camat, anak Mantri, dan anak pegawai sederajat.
  3. Sekolah kelas II atau Inland School (IS), murid-muridnya adalah anak-anak pegawai bawahan yang tidak diterima di HIS & ELS.
   Namun, pemerintah Belanda memasukkan politik Devide et Impera dalam bidang pendidikan. Sekolah guru antara lain adalah:

  • Guru Sekolah Desa, diambil dari tamatan sekolah kelas II, kursus 2 tahun untuk menjadi Guru Sekolah Desa.
  • Kursus Guru Bantu, yaitu tamatan sekolah kelas II, yang mengikuti kursus 2 tahun sampai mengajar.
  • Normal School, menerima tamatan sekolah kelas II, didik slama 4 tahun.
  • Kwekschool atau Sekolah Raja, mendidik guru HIS selama 4 tahun.
  • Hogere Kwekschool, diambil dari tamatan Kwekschool yang mahir bahasa Belanda.
    Kelahiran organisasi guru dipengaruhi oleh:
  1. Timbulnya kesadaran korps
  2. Lahirkan kebangkitan nasional yang menginginkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Mereka menyadari bahwa kemerdekaan dapat dicapai dengan persatuan bangsa Indonesia.
  3. Adanya politik Devide et Impera dari pemerintah Belanda.
   Organisasi guru yang lahir pada zaman Hindia-Belanda adalah
  1. Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)
  2. Persatuan Guru Bantu (PGB)
  3. Perserikatan Normal School (PNS)
  4. Kweekschool Bond (KSB)
  5. School Opziener Bond (SOB)
  6. Persatuan Guru Desa (PGS)
  7. Persatuan Guru Ambacht School (PGAS)
  8. Hogere Kweekschool Bond (HKSB)
  9. Nederlands Indisch Onderwyzergenootschap (NIOG)
  Dalam buku Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) mengatakan zaman penjajahan merupakan bagian sejarah profesi kependidikan. Pada zaman penjajahan, guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan pada tahun 1912 mereka mendirikan organisasi perjuangan guru-guru pribumi yakni Persatuan Guru Hindia Belanda yang beranggotakan guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Kemudian pada 1932, HIS mengambil langkah ekstrim dengan mengubah namanya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). PGI tetap eksis sampai penjajahan belanda berakhir karena semangat nasionalisme yang tinggi.
   Dalam masa penjajahan Jepang, PGI tidak bisa bearktivitas secara terang-terangan, karena semua organisasi dianggap membahayakan. Peran guru pada masa penjajahan amatlah penting karena guru mempunyai nilai strategis untuk membangkitkan nasionalisme, meskipun banyak aral melintang dalam proses penanaman nasionalisme tersebut.
B. Guru Pada Era Kemerdekaan
 Image result for organisasi guru pada era kemerdekaan
    Masa inilah peran guru dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat lebih terbuka dan maksimal. Pada 24-25 November 1945 diselenggarakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Pada tanggal 25 November 1945 lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S., 1989).
   Lahirnya PGRI adalah tuntutan sejarah dan penggilan tugas sebagai pendidik dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Kaum guru Indonesia sadar, bahwa perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan akan berhasil jika dilakukan oleh rakyat yang terdidik. Oleh karena itu, kelahiran PGRI setelah proklamasi kemerdekaan memiliki azas, tujuan dan cita-cita yang sesuai dengan proklamasi kemerdekaan.
   Kesesuaian azas, tujuan dan cita-cita PGRI dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan tersebut terlihat pada pasal 2 anggaran dasar PGRI, hasil Kongres I yang menyebutkan bahwa PGRI berazaskan kedaulatan rakyat yang penuh dalam segala lapangan dan bertujuan:
  1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia
  2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan
  3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, serta hak dan nasib guru pada khususnya.
    Dengan adanya Kongres Guru Indonesia, maka semua guru yang ada di Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah, yakni PGRI sehingga tiada lagi perbedaan latar belakang. Bahkan pada kelanjutannya, 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Melalui Kepres No.78 Tahun 1994, kiprah PGRI makin bersinar. Namun kiprah PGRI terseret dalam kepentingan penguasa karena kedekatannya  dengan partai politik tertentu.
    Pada zaman reformasi, guru lebih berani berekspresi untuk menyampaikan aspirasi dan keluhannya, seperti menuntut perbaikan kesejahteraan, dll. Tuntutan perbaikan kesejahteraan guru akhirnya direspon pemerintah. Pemerintah menempatkan peningkatan kesejahteraan guru dalam konteks kompetensi. Guru yang dulunya belum sepenuhnya dianggap sebagai profesi akhirnya diakui sebagai profesi dengan adanya pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Desember 2004.
Pembukaan Anggaran Dasar dan Tujuan PGRI Sekarang
Aliena pertama Pembukaan Anggaran dasar Persatuan Guru Republik Indonesia menyatakan:
Didorong oleh keinginan luhur dan dengan maksud yang suci murni untuk berperan secara aktif menegakkan, mengamankan dan melestarikan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 serta usaha mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan mewujudkan peningkatan harkat, martabat dan kesejahteraan guru khususnya serta para pendidik pada umumnya, atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, maka pada tanggal 25 November 1945 dalam Konggres Guru Indonesia di Surakarta, telah didirikan satu organisasi guru dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia disingkat “PGRI”.
Bab II, pasal 2 AD PGRI menyatakan bahwa “PGRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Kemudian Bab VI, pasal 1 AD PGRI menyatakan bahwa PGRI bertujuan:
  1. Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Berperan serta aktif mencapai tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia Indonesia Seutuhnya.
  3. Berperan serta mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional.
  4. Mempertinggi kesadaran dan sikap guru, meningkatkan mutu dan kemampuan profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
  5. Menjaga memelihara, membela, serta meningktkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan organisasi.

Jika dicermati, isi yang terkandung dalam pembukaan AD dasar dan tujuan PGRI terkandung makna yang sangat dalam yaituBahwa didirikannya organisasi PGRI adalah didorong oleh:
  1. Keinginan luhur untuk berperan serta secara aktif menegakkan, mengamankan dan melestarikan Negara Kesatuan RI
  2. Turut serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
  3. Peningkatan harkat, martabat dan kesejahteraan guru dan pegawai.
  4. Dasar PGRI adalah Pancasila dan UUD 1945
  5. Salah satu tujuan PGRI adalah mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI dan mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.
Seluruh isi dan makna yang terkandung dalam pembukaan AD, Dasar dan Tujuan  PGRI sangat sesuai, searah, dan sejalan dengan cita-cita bangsa Indonesia, yatu terwujudnya Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
C. Guru Pada Era Perkembangan Bangsa
   Menjadi guru sejatinya adalah menjalankan peran yang sangat mulia. Mulia karena ditangan seorang gurulah akan lahir generasi-generasi penerus bangsa. Di tangannya pula lah akan muncul tokoh-tokoh atau kaum intelektual yang akan menjadi agent of change. Maka sudah sepatutnya seorang guru bersyukur dengan karunia yang luar biasa ini. Pemerintah pun telah meningkatkan kesejahteraan para guru dengan menaikkan gaji mereka. Bagi yang berstatus PNS, ada gaji pokok ditambah tunjangan daerah. Besarnya gaji tergantung golongan mereka. Besarnya tunjangan juga tergantung dari besarnya anggaran yang disediakan oleh daerah masing-masing. Bagi guru-guru yang sudah mendapatkan sertifikasi, total penghasilan mereka dalam satu bulan bisa mencapai 4-5 juta. Tentu gaji yang bisa dibilang sudah mencukupi. Dengan gaji sekian, rasanya tak perlu lagi khawatir memikirkan biaya hidup. Makanya tak heran hari ini orang-orang berlomba-lomba untuk menjadi guru. Dimana-mana peminat profesi ini terus mengalami peningkatan karena kebutuhan terhadap guru juga meningkat.
     Adanya perhatian serius dari pemerintah hendaknya menjadi penyulut semangat bagi pahlawan tanpa tanda jasa ini agar terus meningkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Tidak sekedar menjalankan tugas, namun harus memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan di tanah air. Tidak sekedar masuk ke kelas dan memberikan pelajaran kepada murid-muridnya. Tidak juga sekedar melaksanakan tanggung jawab. Namun lebih dari itu yakninya menjadi guru yang kreatif, berwawasan, professional, bermoral,  kompeten dan pendorong perubahan.
  1. Kreatif disini artinya bahwa seorang guru harus punya terobosan-terobosan baru dalam mengajar atau punya ide-ide cemerlang sehingga murid-muridnya bersemangat dan tidak bosan. Guru yang kreatif adalah guru yang pintar dalam mencari peluang atau solusi dari setiap kendala yang dihadapinya ketika mengajar. Contoh sederhana adalah seorang guru membuat alat peraga melalui tangannya sendiri dengan memanfaatkan barang-barang bekas, karena alat-alat peraga tidak mesti harus selalu dibeli. Guru yang kreatif sangat pintar dalam menghangatkan suasana di kelas sehingga murid-murid menyenanginya.
  2.  Guru yang berwawasan. Artinya seorang guru dituntut agar memiliki wawasan yang cukup karena dia seorang pendidik dan pengajar. Jika seorang guru tidak memiliki wawasan yang mumpuni maka bukan guru yang sejati namanya. Jangan sampai wawasan seorang guru lebih sedikit dibandingkan murid-muridnya. Apa kata dunia jika ada guru yang seperti ini. Oleh karena itu seorang guru harus rajin membaca untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
  3. Guru yang professional. Profesional artinya seorang guru harus punya kode etik keprofesian. Ia harus meletakkan sesuatu pada tempatnya. Ketika sedang di sekolah maka dia harus menempatkan dirinya sebagai seorang guru. Permasalahan dalam rumah tangganya tidak boleh dibawa ke sekolah. Selain itu guru yang professional adalah guru yang siap menerima kritikan dan saran yang dari orang lain meski pahit sekalipun. Guru yang professional adalah guru yang punya etos kerja tinggi, disiplin,dan bertanggung jawab
  4. Guru yang bermoral. Artinya adalah bahwa seorang guru harus punya akhlak yang baik ketika mengajar sehingga diharapkan dia bisa pula menanamkan nilai-nilai dan norma dalam kehidupan kepada murid-muridnya. Inilah yang paling penting sebab kecerdasan saja tidak cukup. Apa jadinya jika seorang murid pintar tapi akhlaknya buruk.   Lebih menyedihkan lagi jika seorang guru mencontohkan prilaku yang tidak baik kepada murid-muridnya. Maka seorang guru haruslah punya sikap yang mencerminkan jati diri seorang pendidik
  5. Guru yang kompeten. Artinya seorang guru harus punya daya saing. Ia harus punya kelebihan dari guru-guru yang lainnya. Ia juga harus melek dengan perkembangan IPTEK sehingga tidak dianggap kolot atau ketinggalan jaman. Guru yang kompeten harus mampu mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada murid-muridnya, mengembangkan potensi mereka dan terus mendorong mereka untuk maju
  6. Guru yang mendorong perubahan. Artinya seorang guru harus punya semangat yang tinggi untuk terus memperbaiki dirinya dari waktu ke waktu.


BAB III

KESIMPULAN


Guru memegang peranan penting dan menjadi kunci bagi keberhasilan pendidikan suatu bangsa. Sejak zaman penjajahan Belankda guru telah turut berjuang baik secara fisik angkat senjata maupun angkat senjata maupun melalui bidang pendidikan.
Pada 24-25 November 1945 diselenggarakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Pada tanggal 25 November 1945 lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Peranan guru setelah kemerdekaan sudah tidak diisi lagi dengan perjuangan fisik mengangkat senjata, tetapi diisi melalui bidang pendidikan. Guru yang dulunya belum sepenuhnya dianggap sebagai profesi akhirnya diakui sebagai profesi dengan adanya pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Desember 2004.
Guru tidak sekedar menjalankan tugas, namun harus memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan di tanah air. Tidak sekedar masuk ke kelas dan memberikan pelajaran kepada murid-muridnya. Tidak juga sekedar melaksanakan tanggung jawab. Namun lebih dari itu yakninya menjadi guru yang kreatif, berwawasan, professional, bermoral,  kompeten dan pendorong perubahan.