NAMA : Eva Dwi Oktaviani
NPM : 201414501471
KELAS : R8K
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan
adalah kunci dan modal utama bagi kemajuan suatu bangsa (Dr. Moh
Hatta). Oleh sebab itu, sejak zaman penjajahan pelajar dan guru berjuang
untuk memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia. Dengan pendidikan
itu akan membawa perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia. Dalam hubungan
ini, guru memegang peranan penting dan menjadi kunci utama bagi
keberhasilan suatu pendidikan sejak zaman penjajahan Belanda. Sejarah
mencatat tokoh nasional yang berasal dari kalangan pendidikan seperti
K.H Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara, Moh Syafei, dan lain-lain.
Kaum guru Indonesia merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang ikut
serta merintis kemerdekaan dengan keterlibatan langsung dalam perang
kemerdekaan. Menjadi guru masa kolonial adalah pertanda baik mencapai
kesejahteraan dan menjadi orang terpandang di lingkungan masyarakatnya.
Penjajahan mungkin buruk dari segi kemerdekaan, tetapi mungkin baik
untuk segi yang ini. Begitu terhormatnya sosok guru di masa kolonial.
Tak mengherankan guru pada masa kolonial termasuk menjadi golongan
priayi mobilitas vertikal.
Sejak masa penjajahan, guru selalu menanamkan kesadaran akan harga diri
sebagai bangsa dan menanamkan semangat nasionalisme kepada peserta didik
dan masyarakat. Guru merupakan salah satu faktor yang strategi dalam
menentukan keberhasilan pengembangan potensi peserta didik untuk masa
depan bangsa. Begitu besar peranan Guru dalam perjalanan sejarah bangsa,
untuk itu perlu adanya pengkajian sejarah perjuangan guru sebagai
pengetahuan bagi pembaca. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa pahlawannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Guru Pada Era Penjajahan
Peranan
Guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sungguh besar dan sangat
menetukan. Guru merupakan salah satu faktor yang strategi dalam
menentukan keberhasilan pengembangan potensi peserta didik untuk masa
depan bangsa. Sejak masa penjajahan, guru selalu menanamkan kesadaran
akan harga diri sebagai bangsa dan menanamkan semangat nasionalisme
kepada peserta didik dan masyarakat.
Arti guru menjadi lain ketika
penjajahan barat menginjakkan kakinya di negri jajahanya. Contohnya
penjajahan belanda di nusantara. Berdirilah sekolah Belanda di negri
ini. Namun, sekolah itu bukan karena ada ulama’ terkenal yang dikunjungi
oleh murid-murid dari seluruh pelosok, tetapi sebab penjajah itu perlu
pegawai untuk menjalankan penjajahan mereka. Dengan kata lain, sekolah
bertujuan menghasilkan orang yang dapat menjadi pegawai atau pekerja
bila tak mau disebut alat penjajah. Bahkan, beberapa anak pintar di
sekolah dilarang meneruskan ke jenjang selanjutnya sebab dikhawatirkan
akan menuntut kemerdekaan.
Pada tahap awal kebangkitan nasional dan masa pendidikan Jepang,
para guru terlibat dalam organesasi Pemuda Pembela Tanah Air dan Pembina
jiwa serta semangat para pemuda pelajar, saat Proklamsi kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945, para guru berperan aktif dalam
barisan/perjuangan bersenjata mempertahankan kemerdekaan. Tepat 100 hari
setelah Proklamasi, pada tanggal 25 November 1945 di Surakarta para
guru berjuang untuk mendirikan organisasi dengan nama Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) sebagai organesasi perjuangan. Kepeloporan
para guru yang ditunjukkan semasa revolusi hingga sekarang adalah
semangat dan tradisi perjuangan yang perlu terus menerus kita selaraskan
seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni
dan budaya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, tidak berlebihan kiranya
harapan masa depan bangsa Indonesia di pertaruhkan kepada mereka yang
berprofesi sebagai guru. Adanya guru yang profesional dan berdedikasi
terhadap tugasnya merupakan prasyarat bagi keberhasilan pembangunan
pendidikan kita.
Organisasi Guru Pada Masa Penjajahan Belanda
Penjajah Belanda mendirikan sekolah-sekolah tidak dimaksudkan untuk
mencerdaskan rakyat Indonesia, tetapi sekedar untuk memenuhi kebutuhan
pegawai Pemerintahan Hindia Belanda atau untuk kepentingan dan
keuntungan Belanda semata.
Misal sekolah-sekolah yang ada antara lain:
- Sekolah khusus anak-anak Belanda atau Europense School (E.L.S), dimana murid-muridnya adalah dari kalangan anak bupati, anak patih, anak Wedana.
- SR/SD berbahasa Belanda atau Holland Inland School (H.I.S), dimana murid-muridnya adalah anak camat, anak Mantri, dan anak pegawai sederajat.
- Sekolah kelas II atau Inland School (IS), murid-muridnya adalah anak-anak pegawai bawahan yang tidak diterima di HIS & ELS.
Namun, pemerintah Belanda memasukkan politik Devide et Impera dalam bidang pendidikan. Sekolah guru antara lain adalah:
- Guru Sekolah Desa, diambil dari tamatan sekolah kelas II, kursus 2 tahun untuk menjadi Guru Sekolah Desa.
- Kursus Guru Bantu, yaitu tamatan sekolah kelas II, yang mengikuti kursus 2 tahun sampai mengajar.
- Normal School, menerima tamatan sekolah kelas II, didik slama 4 tahun.
- Kwekschool atau Sekolah Raja, mendidik guru HIS selama 4 tahun.
- Hogere Kwekschool, diambil dari tamatan Kwekschool yang mahir bahasa Belanda.
Kelahiran organisasi guru dipengaruhi oleh:
- Timbulnya kesadaran korps
- Lahirkan kebangkitan nasional yang menginginkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Mereka menyadari bahwa kemerdekaan dapat dicapai dengan persatuan bangsa Indonesia.
- Adanya politik Devide et Impera dari pemerintah Belanda.
Organisasi guru yang lahir pada zaman Hindia-Belanda adalah
- Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)
- Persatuan Guru Bantu (PGB)
- Perserikatan Normal School (PNS)
- Kweekschool Bond (KSB)
- School Opziener Bond (SOB)
- Persatuan Guru Desa (PGS)
- Persatuan Guru Ambacht School (PGAS)
- Hogere Kweekschool Bond (HKSB)
- Nederlands Indisch Onderwyzergenootschap (NIOG)
Dalam buku Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) mengatakan
zaman penjajahan merupakan bagian sejarah profesi kependidikan. Pada
zaman penjajahan, guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa
Indonesia. Bahkan pada tahun 1912 mereka mendirikan organisasi
perjuangan guru-guru pribumi yakni Persatuan Guru Hindia Belanda yang
beranggotakan guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik
sekolah. Kemudian pada 1932, HIS mengambil langkah ekstrim dengan
mengubah namanya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). PGI tetap eksis sampai penjajahan belanda berakhir karena semangat nasionalisme yang tinggi.
Dalam masa penjajahan Jepang, PGI tidak bisa bearktivitas secara
terang-terangan, karena semua organisasi dianggap membahayakan. Peran
guru pada masa penjajahan amatlah penting karena guru mempunyai nilai
strategis untuk membangkitkan nasionalisme, meskipun banyak aral
melintang dalam proses penanaman nasionalisme tersebut.
B. Guru Pada Era Kemerdekaan
Masa inilah peran guru dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat lebih terbuka dan maksimal. Pada 24-25 November 1945
diselenggarakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Pada tanggal 25
November 1945 lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S., 1989).
Lahirnya PGRI adalah tuntutan sejarah dan penggilan tugas sebagai
pendidik dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Kaum guru Indonesia
sadar, bahwa perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan akan
berhasil jika dilakukan oleh rakyat yang terdidik. Oleh karena itu,
kelahiran PGRI setelah proklamasi kemerdekaan memiliki azas, tujuan dan
cita-cita yang sesuai dengan proklamasi kemerdekaan.
Kesesuaian azas, tujuan dan cita-cita PGRI dengan cita-cita
proklamasi kemerdekaan tersebut terlihat pada pasal 2 anggaran dasar
PGRI, hasil Kongres I yang menyebutkan bahwa PGRI berazaskan kedaulatan
rakyat yang penuh dalam segala lapangan dan bertujuan:
- Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia
- Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan
- Membela hak dan nasib buruh umumnya, serta hak dan nasib guru pada khususnya.
Dengan adanya Kongres Guru Indonesia, maka semua guru yang ada di
Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah, yakni PGRI sehingga
tiada lagi perbedaan latar belakang. Bahkan pada kelanjutannya, 25
November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Melalui Kepres No.78 Tahun
1994, kiprah PGRI makin bersinar. Namun kiprah PGRI terseret dalam
kepentingan penguasa karena kedekatannya dengan partai politik
tertentu.
Pada zaman reformasi, guru lebih berani berekspresi untuk
menyampaikan aspirasi dan keluhannya, seperti menuntut perbaikan
kesejahteraan, dll. Tuntutan perbaikan kesejahteraan guru akhirnya
direspon pemerintah. Pemerintah menempatkan peningkatan kesejahteraan
guru dalam konteks kompetensi. Guru yang dulunya belum sepenuhnya
dianggap sebagai profesi akhirnya diakui sebagai profesi dengan adanya
pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada tanggal 2 Desember 2004.
Pembukaan Anggaran Dasar dan Tujuan PGRI Sekarang
Aliena pertama Pembukaan Anggaran dasar Persatuan Guru Republik Indonesia menyatakan:
Didorong oleh keinginan luhur dan dengan maksud yang suci murni untuk
berperan secara aktif menegakkan, mengamankan dan melestarikan Negara
Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 serta
usaha mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan mewujudkan peningkatan harkat,
martabat dan kesejahteraan guru khususnya serta para pendidik pada
umumnya, atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, maka pada tanggal
25 November 1945 dalam Konggres Guru Indonesia di Surakarta, telah
didirikan satu organisasi guru dengan nama Persatuan Guru Republik
Indonesia disingkat “PGRI”.
Bab II, pasal 2 AD PGRI menyatakan bahwa “PGRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Kemudian Bab VI, pasal 1 AD PGRI menyatakan bahwa PGRI bertujuan:
- Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
- Berperan serta aktif mencapai tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia Indonesia Seutuhnya.
- Berperan serta mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional.
- Mempertinggi kesadaran dan sikap guru, meningkatkan mutu dan kemampuan profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
- Menjaga memelihara, membela, serta meningktkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan organisasi.
Jika dicermati, isi yang terkandung dalam pembukaan AD dasar dan tujuan PGRI terkandung makna yang sangat dalam yaituBahwa didirikannya organisasi PGRI adalah didorong oleh:
- Keinginan luhur untuk berperan serta secara aktif menegakkan, mengamankan dan melestarikan Negara Kesatuan RI
- Turut serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Peningkatan harkat, martabat dan kesejahteraan guru dan pegawai.
- Dasar PGRI adalah Pancasila dan UUD 1945
- Salah satu tujuan PGRI adalah mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI dan mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.
Seluruh isi dan makna yang terkandung dalam pembukaan AD, Dasar dan
Tujuan PGRI sangat sesuai, searah, dan sejalan dengan cita-cita bangsa
Indonesia, yatu terwujudnya Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
C. Guru Pada Era Perkembangan Bangsa
Menjadi guru sejatinya adalah menjalankan peran yang sangat mulia.
Mulia karena ditangan seorang gurulah akan lahir generasi-generasi
penerus bangsa. Di tangannya pula lah akan muncul tokoh-tokoh atau kaum
intelektual yang akan menjadi agent of change.
Maka sudah sepatutnya seorang guru bersyukur dengan karunia yang luar
biasa ini. Pemerintah pun telah meningkatkan kesejahteraan para guru
dengan menaikkan gaji mereka. Bagi yang berstatus PNS, ada gaji pokok
ditambah tunjangan daerah. Besarnya gaji tergantung golongan mereka.
Besarnya tunjangan juga tergantung dari besarnya anggaran yang
disediakan oleh daerah masing-masing. Bagi guru-guru yang sudah
mendapatkan sertifikasi, total penghasilan mereka dalam satu bulan bisa
mencapai 4-5 juta. Tentu gaji yang bisa dibilang sudah mencukupi. Dengan
gaji sekian, rasanya tak perlu lagi khawatir memikirkan biaya hidup.
Makanya tak heran hari ini orang-orang berlomba-lomba untuk menjadi
guru. Dimana-mana peminat profesi ini terus mengalami peningkatan karena
kebutuhan terhadap guru juga meningkat.
Adanya perhatian serius dari pemerintah hendaknya menjadi penyulut
semangat bagi pahlawan tanpa tanda jasa ini agar terus meningkatkan
kualitasnya dari waktu ke waktu. Tidak sekedar menjalankan tugas, namun
harus memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan di tanah air. Tidak
sekedar masuk ke kelas dan memberikan pelajaran kepada murid-muridnya.
Tidak juga sekedar melaksanakan tanggung jawab. Namun lebih dari itu
yakninya menjadi guru yang kreatif, berwawasan, professional, bermoral,
kompeten dan pendorong perubahan.
- Kreatif disini artinya bahwa seorang guru harus punya terobosan-terobosan baru dalam mengajar atau punya ide-ide cemerlang sehingga murid-muridnya bersemangat dan tidak bosan. Guru yang kreatif adalah guru yang pintar dalam mencari peluang atau solusi dari setiap kendala yang dihadapinya ketika mengajar. Contoh sederhana adalah seorang guru membuat alat peraga melalui tangannya sendiri dengan memanfaatkan barang-barang bekas, karena alat-alat peraga tidak mesti harus selalu dibeli. Guru yang kreatif sangat pintar dalam menghangatkan suasana di kelas sehingga murid-murid menyenanginya.
- Guru yang berwawasan. Artinya seorang guru dituntut agar memiliki wawasan yang cukup karena dia seorang pendidik dan pengajar. Jika seorang guru tidak memiliki wawasan yang mumpuni maka bukan guru yang sejati namanya. Jangan sampai wawasan seorang guru lebih sedikit dibandingkan murid-muridnya. Apa kata dunia jika ada guru yang seperti ini. Oleh karena itu seorang guru harus rajin membaca untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
- Guru yang professional. Profesional artinya seorang guru harus punya kode etik keprofesian. Ia harus meletakkan sesuatu pada tempatnya. Ketika sedang di sekolah maka dia harus menempatkan dirinya sebagai seorang guru. Permasalahan dalam rumah tangganya tidak boleh dibawa ke sekolah. Selain itu guru yang professional adalah guru yang siap menerima kritikan dan saran yang dari orang lain meski pahit sekalipun. Guru yang professional adalah guru yang punya etos kerja tinggi, disiplin,dan bertanggung jawab
- Guru yang bermoral. Artinya adalah bahwa seorang guru harus punya akhlak yang baik ketika mengajar sehingga diharapkan dia bisa pula menanamkan nilai-nilai dan norma dalam kehidupan kepada murid-muridnya. Inilah yang paling penting sebab kecerdasan saja tidak cukup. Apa jadinya jika seorang murid pintar tapi akhlaknya buruk. Lebih menyedihkan lagi jika seorang guru mencontohkan prilaku yang tidak baik kepada murid-muridnya. Maka seorang guru haruslah punya sikap yang mencerminkan jati diri seorang pendidik
- Guru yang kompeten. Artinya seorang guru harus punya daya saing. Ia harus punya kelebihan dari guru-guru yang lainnya. Ia juga harus melek dengan perkembangan IPTEK sehingga tidak dianggap kolot atau ketinggalan jaman. Guru yang kompeten harus mampu mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada murid-muridnya, mengembangkan potensi mereka dan terus mendorong mereka untuk maju
- Guru yang mendorong perubahan. Artinya seorang guru harus punya semangat yang tinggi untuk terus memperbaiki dirinya dari waktu ke waktu.
BAB III
KESIMPULAN
Guru memegang peranan penting dan menjadi kunci bagi keberhasilan
pendidikan suatu bangsa. Sejak zaman penjajahan Belankda guru telah
turut berjuang baik secara fisik angkat senjata maupun angkat senjata
maupun melalui bidang pendidikan.
Pada 24-25 November 1945 diselenggarakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Pada tanggal 25 November 1945 lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Peranan guru setelah kemerdekaan sudah tidak diisi lagi dengan
perjuangan fisik mengangkat senjata, tetapi diisi melalui bidang
pendidikan. Guru yang dulunya belum sepenuhnya dianggap sebagai profesi
akhirnya diakui sebagai profesi dengan adanya pencanangan guru sebagai
profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 2 Desember
2004.
Guru tidak sekedar menjalankan tugas, namun harus memberikan yang
terbaik bagi dunia pendidikan di tanah air. Tidak sekedar masuk ke kelas
dan memberikan pelajaran kepada murid-muridnya. Tidak juga sekedar
melaksanakan tanggung jawab. Namun lebih dari itu yakninya menjadi guru
yang kreatif, berwawasan, professional, bermoral, kompeten dan
pendorong perubahan.